Han Kang: Suara Perempuan Asia Pertama Pemenang Nobel Sastra 2024

"for
her intense poetic prose that confronts historical traumas and exposes the
fragility of human life”
The Nobel Prize in Literature 2024
Nama Han Kang kini menjadi
perbincangan hangat di beberapa kalangan, khususnya mereka para pecinta sastra.
Penulis perempuan yang memulai karier pada tahun 1993 ini, baru saja menerima
Hadiah Nobel Sastra 2024 dan menjadikannya perempuan Asia pertama yang
mendapatkan penghargaan bergengsi ini. Lahir dan besar di Korea Selatan,
karya-karya Han Kang mengangkat tema kemanusiaan, penderitaan, dan feminisme,
yang erat kaitannya dengan kehidupan di sekitarnya. Dalam
karyanya, ia menghadapi trauma sejarah dan hal-hal yang tidak terlihat dan, dalam setiap karyanya,
memperlihatkan kerapuhan kehidupan manusia. Ia
memiliki kesadaran yang unik tentang hubungan antara tubuh dan jiwa, yang hidup
dan yang mati. dan
yang mati, dan dalam gaya puitis dan eksperimentalnya telah menjadi inovator dalam prosa kontemporer. Di antara
karyanya adalah The Vegetarian, Human Acts dan We Do Not Part, yang beberapa sudah diterjemahkan dalam Bahasa
Indonesia. Tak luput, Han Kang juga mengkritisi genosida yang dilakukan Israel terhadap
Palestina, serta mengutuk perang-perang yang merusak perdamaian. Melalui
karya-karyanya, Han memberikan suara kepada kelompok tertindas, menyuarakan
trauma, dan membuka luka-luka masyarakat yang terkadang dilupakan.
Mengangkat
Suara Kelompok Tertindas
Lahir
di Gwangju, Korea Selatan, salah satu kota besar yang memiliki sejarah kelam. Gwangju
menjadi saksi bisu dari salah satu tragedi besar dalam sejarah modern Korea
Selatan, yaitu Pemberontakan Gwangju pada tahun 1980, di mana ratusan, bahkan
ribuan, warga sipil dibunuh secara brutal oleh militer. Pengalaman ini membekas
dalam hidup Han dan banyak mewarnai karyanya. Ia melihat bagaimana sebuah kota,
sebuah komunitas, bahkan sebuah bangsa bisa hancur dan terluka akibat kekuasaan
yang menindas. Sebagai seorang penulis, ia merasa memiliki tanggung jawab untuk
tidak membiarkan sejarah ini terlupakan.
Dalam
novel terkenal Human Acts, Han Kang menceritakan tentang peristiwa
Gwangju dari sudut
pandang para korban dan keluarga mereka. Human Acts adalah cerita
tentang luka yang ditinggalkan oleh kekerasan dan ketidakadilan, serta
bagaimana trauma kolektif tersebut menghantui generasi selanjutnya. Han Kang
menghadirkan suara-suara mereka yang telah dibungkam, dan melalui
tulisan-tulisannya, ia menuntut keadilan yang tidak pernah diberikan. Dia tidak
segan-segan memperlihatkan betapa kejamnya represi terhadap suara yang berusaha
menuntut hak, dan bagaimana kekerasan tersebut bisa meninggalkan dampak
mendalam yang bertahan selama bertahun-tahun.
Mengungkap
Genosida dan Trauma Manusia
Han
Kang juga dikenal sebagai penulis yang tak takut berbicara tentang kekejaman
dan penderitaan yang dialami manusia akibat genosida dan kekerasan massal.
Selain kisah Gwangju, dalam berbagai novelnya, Han Kang mengeksplorasi
bagaimana kekerasan terhadap manusia lain terjadi dan mengapa seringkali
penderitaan korban terpinggirkan dalam ingatan masyarakat. Han Kang mengajak
pembaca untuk melihat sisi gelap kemanusiaan dan merasakan empati mendalam
kepada mereka yang menjadi korban, bukan sebagai objek belas kasihan, tetapi
sebagai individu yang memiliki kisah dan hak untuk diakui.
Salah
satu karakteristik karya Han Kang adalah kemampuannya untuk menulis dengan
kepekaan yang luar biasa, seolah-olah ia sendiri menyelami perasaan korban
kekerasan tersebut. Lewat gaya bahasa yang kadang lirih dan kadang tajam, ia
membuat pembaca menyadari bahwa genosida bukan hanya soal angka dan fakta,
tetapi soal manusia nyata dengan rasa sakit yang mendalam. Keberanian Han untuk
membawa tema ini ke dalam sastra internasional membuat banyak pembaca tersentuh
dan sadar akan pentingnya mengenang tragedi-tragedi ini.
Menyuarakan
Feminisme dan Kebebasan Individu
Selain
menyuarakan mereka yang tertindas akibat kekerasan negara dan perang, Han Kang
juga dikenal sebagai penulis yang membela hak perempuan dan kebebasan individu
dalam karya-karyanya. Novel The Vegetarian, yang membuatnya meraih
penghargaan Man Booker International pada tahun 2016, adalah contoh nyata dari
bagaimana ia menyelami tema-tema feminisme dengan cara yang unik dan
provokatif. The Vegetarian menceritakan kisah seorang perempuan bernama
Yeong-hye yang memutuskan untuk berhenti makan daging setelah mengalami mimpi
buruk. Keputusan ini ternyata memicu konflik besar dalam keluarganya, yang
melihat perubahan itu sebagai bentuk pemberontakan.
Melalui
karakter Yeong-hye, Han Kang mengeksplorasi bagaimana masyarakat patriarkal
menekan kebebasan individu, terutama perempuan, untuk memilih hidup sesuai
dengan keinginan mereka sendiri. Ketidakmampuan keluarga dan masyarakat untuk
menerima keputusan pribadi Yeong-hye menjadi simbol dari bagaimana suara
perempuan sering kali diredam dan dianggap sebagai ancaman terhadap norma
sosial. Keberanian Han Kang untuk mengangkat isu ini membuat The Vegetarian
tidak hanya menjadi novel feminis, tetapi juga sebuah kritik terhadap struktur
sosial yang membatasi kebebasan individu.
Pengaruh
Han Kang bagi Sastra Dunia
Han
Kang tidak sekadar penulis yang menceritakan kisah; dia adalah penyampai pesan
bagi mereka yang suaranya dibungkam. Ia menggunakan karyanya sebagai alat untuk
menyuarakan isu-isu yang mungkin sulit diangkat, terutama dalam konteks Asia.
Ketika banyak penulis memilih untuk menghindari tema-tema berat seperti trauma
dan represi, Han Kang memilih untuk menyoroti dan menelanjangi luka-luka ini.
Dia membawa pembaca untuk memahami bahwa dunia bukanlah tempat yang selalu
indah, tetapi penuh dengan kekejaman yang harus diakui dan diingat.
Dengan
dianugerahinya Nobel Sastra 2024, Han Kang telah membuktikan bahwa sastra bisa
menjadi alat perubahan. Melalui karyanya, ia membuka mata dunia tentang
pentingnya mengenali penderitaan yang terlupakan, dan ia mengingatkan kita
bahwa setiap individu memiliki hak untuk didengar dan dihormati, terlepas dari
seberapa terpinggirkan posisi mereka dalam masyarakat.
Melihat
Masa Depan: Harapan dan Inspirasi
Kemenangan
Han Kang sebagai perempuan Asia pertama yang menerima Nobel Sastra adalah
pencapaian besar tidak hanya untuk dirinya, tetapi juga bagi banyak penulis dan
perempuan Asia yang merasa terinspirasi oleh karyanya. Han Kang telah menjadi
simbol keberanian dalam menyuarakan apa yang benar, meskipun itu berarti
membuka luka-luka lama yang tidak nyaman. Ia menjadi pengingat bahwa perempuan
memiliki hak untuk bercerita, dan bahwa setiap cerita yang jujur dan tulus
adalah sumbangan bagi kemanusiaan.
Di tengah dunia yang sering kali mengabaikan suara-suara kecil, Han Kang menunjukkan bahwa penulis memiliki kekuatan untuk menjadi saksi bagi mereka yang tak terlihat. Ia mengajarkan bahwa tulisan bisa menjadi alat pembebasan, baik bagi penulis maupun bagi mereka yang diceritakan. Dengan karya-karyanya yang penuh empati dan keberanian, Han Kang tidak hanya membawa penghargaan untuk dirinya sendiri, tetapi juga bagi seluruh generasi yang mencari keadilan dan kebenaran. Nobel Sastra 2024 adalah miliknya, tetapi inspirasinya adalah milik kita semua.
“Genosida semakin memuncak, setiap hari banyak nyawa
berjatuhan, lantas mengapa harus mengadakan pesta dan konferensi pers?”*
*Han Kang menolak untuk mengadakan konferensi pers atas penerimaan Nobel Sastra 2024.
Penulis: Dewanda Tri Puspita